Manfaat Satu Peta Dalam Pembangunan Desa

Perencanaan Desa

Desa merupakan kesatuan masyarakat dalam satu wilayah tertentu, yang memiliki status hukum yang sama sebagai warga negara. Setiap desa di suatu wilayah pasti memiliki adat istiadat dan potensi masing-masing. Karena desa memiliki wilayah, adat istiadat, dan potensi yang berbeda, maka untuk mengelola dan mencapai kemajuan dalam pembangunan desa perlu disusun sebuah perencanaan yang baik.

Dalam Permendagri Nomor 114 Tahun 2014, ada dua jenis perencanaan yang wajib ada di desa yaitu, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa). Kedua perencanaan ini merupakan suatu gambaran kebijakan kepala desa terpilih untuk mencapai visi dan misi desa dalam memimpin dan mengurus warga desanya. Perencanaan harus diselaraskan dengan arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota (Permendagri No. 114 Tahun 2014, pasal 9 paragraf 3).

Penggunaan Dana Desa (DD)

Beberapa tahun belakangan para akademisi, NGO, pemerintah juga desa sudah familiar dan selalu menjadi bahan diskusi yang “seksi” apabila membicarakan tentang Undang-Undang Desa nomor 6 Tahun 2014. Karena dengan Undang-Undang Desa inilah yang telah menempatkan desa sebagai ujung tombak pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Desa diberi kewenangan dan sumber dana yang cukup besar sehingga dapat dikelola dalam meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Dana tersebut bersumber dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dianggarkan setiap tahun kepada setiap desa dan menjadi salah satu sumber pendapatan desa. Pencairan dana desa berasal dari pemerintah pusat yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD kabupaten/kota) dan diprioritaskan untuk pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

Dengan melihat begitu besarnya anggaran yang masuk kedesa melalui dana desa, maka yang menjadi pertanyaan, apakah desa sudah siap mengelolanya? Apakah roh tujuan dari prioritas dana desa ini bisa mengentaskan kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesejahteraan pembangunan desa dan memperkuat warga desa sebagai subjek dari pembangunan?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa terwujud apabila:

  1. Proses perencanaan di desa sudah dipahami persoalan hajat hidup warga desa dan harus aktif terlibat dalam perencanaan,
  2. Perencanaan menjawab persoalan hidup warga.
  3. Perencanaan melibatkan seluruh unsur lapisan masyarakat termasuk perempuan dan disabilitas.
  4. Perencanaan harus mengacu pada peraturan dan undang-undang yang ada.

Dalam Buku Pintar Desa yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan Republik Indonesia, ada 13 poin asas pengaturan desa menuju tata kelola desa yang baik. Untuk menuju tata kelola  (transparansi, partisipasi dan akuntabilitas) yang baik, ada beberapa kendala yang biasa terjadi di tingkat desa, misalnya: 1) Mengharuskan desa untuk berpikir keras menyusun program kerja yang bisa mempercepat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat menuju perubahan ekonomi yang lebih baik, 2) Banyak desa dan perangkatnya belum paham tentang aturan hukum dari dana desa yang tertuang dalam berbagai tingkatan (PP, Permen dan Peraturan pelengkap daerah lainnya) dan tidak menguasai panduan komprehensif tentang dana desa. Hal ini mengakibatkan pemahaman mereka dalam pengelolaan dana desa hanya sebatas bagaimana mencairkan, merumuskan alokasi kegunaan, dan melaporkan administrasi, serta 3) Lemahnya pengawasan publik terutama warga desa.

Dalam tulisan ini, penulis hanya fokus membahas tentang kendala yang pertama, dimana salah satu cara penyusunan program desa yang baik adalah mengajak seluruh elemen masyarakat desa dalam penyusunan program. Pentingnya desa memiliki perencanaan karena desa harus mengatur dan mengurus desanya sesuai dengan kewenangan skala desa. Perencanaan diharapkan dapat memperkuat hak dan kewenangan desa sekaligus mengoptimalkan potensi sumber kekayaan desa sebagai modal utama pembangunan desa.

Undang-Undang Desa nomor 6 Tahun 2014 dan Permendagri nomor 114 Tahun 2014 mengatur, tahapan proses penyusunan perencanaan desa, yang terdiri dari: 1) Pembentukan tim penyusun RPJMDesa, 2) Penyelarasan arah kebijakan perencanaan pembangunan kabupaten/kota, 3) Pengkajian keadaan desa, 4) Penyusunan rencana pembangunan desa melalui musyawarah desa, 5) Penyusunan rancangan RPJMDesa, 6) Penyusunan rencana pembangunan desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa, dan 7) Penetapan RPJMDesa.

Kemampuan Perencanaan dan Pengelolaan Dana Desa

Setiap tahun dalam penggunaan dana desa, pemerintah sudah menetapkan prioritas-prioritas penggunaannya dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia (Permendes).

Menurut data dari Buku Pintar Dana Desa dalam sambutan Menteri Keuangan Republik Indonesia, pemerintah pusat telah menganggarkan dana desa setiap tahunnya dengan rincian 1) Tahun 2015 sebesar Rp 20,7 triliun dengan rata-rata mendapatkan Rp 280 juta/desa, 2) Tahun 2016 sebesar 46,98 triliun dengan rata-rata mendapatkan Rp 628 juta/desa, 3) Tahun 2017 sebesar Rp 60 triliun dengan rata-rata Rp 800 juta/desa, serta 4) Tahun 2019 menurut Kemendes bahwa pemerintah akan meningkatkan lagi anggaran dana desa sebesar Rp 70 triliun (Warta Ekonomi.co.id, Sabtu, 24 November 2018). Akan tetapi pada 2017 dari penganggaran dana desa sebesar Rp 60 triliun, dana yang terserap oleh desa hanya 86%  saja 14% yang harus dikembalikan oleh para kepala desa. Data ini disampaikan oleh Kemendes di Islamic Center Sukadana, Lampung Timur pada Tanggal 23 November 2018.

Pada 13 Maret 2019 di Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah, digelar rapat Kerja Pembangunan Desa yang dihadiri oleh seluruh kepala desa dan bupati/walikota. Sambutan Bapak Sapto Nugroho selaku Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Tengah mengatakan bahwa  masalah yang paling disoroti adalah keuangan desa, khususnya pengelolaan dan penggunaan dana desa. (https://kalteng.antaranews.com/berita/308165/masalah-anggaran-dana-desa-di-kalteng-masih-jadi-sorotan).

Situasi diatas membuktikan bahwa penyusunan perencanaan dan penganggaran ditingkat desa masih belum maksimal. Memang untuk mendukung perencanaan yang baik perlu didukung dengan data yang akurat mengenai kondisi dan potensi dari sebuah desa.

Satu Peta Sebagai Alat Arahan Program Desa

Salah satu alat untuk mengumpulkan data kondisi dan potensi desa adalah penyusunan peta desa yang terintegrasi dalam satu peta satu kebijakan. Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa juga memuat tentang hal ini yaitu pada pasal 8 ayat 3. Hal ini juga selaras dengan program pemerintah saat ini yaitu dengan meluncurkan Geoportal Kebijakan Satu Peta (KSP).

Kajian-kajian yang perlu dilakukan selama pembuatan peta desa, meliputi: 1) Penyelarasan data desa seperti data sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya pembangunan, sumber daya sosial dan budaya, 2) Penggalian gagasan warga. Penggalian gagasan warga ini harus mengutamakan tingkat partisipasi seluruh elemen warga desa. Penggalian partisipasi warga desa ini untuk menemukenali potensi dan peluang pendayagunaan sumberdaya desa dan masalah yang dihadapi oleh desa

Menurut Wiyanti dan Suyarto, 2016. Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial (PPIDS), peranan peta desa yaitu: 1) Membantu dalam upaya mempertegas batas wilayah,  2) Mengetahui aspek potensi dari produksi, distribusi dan fungsionalitas kawasan desa, 3) Inventarisasi asset desa dan pengelolaan BUMDesa, 4) Membantu perencanaan pembangunan infrastruktur desa dan kawasan pedesaan, dan 5) Sebagai dasar informasi untuk integrasi spasial pembangunan wilayah.

Peta desa terdiri dari peta citra, peta sarana prasarana, tutupan lahan dan tata guna lahan. Untuk mendukung keakuratan dan kemanfaatan dari sebuah peta, salah satu hal penting yang harus dilakukan adalah pemetaan partisipatif.

Hasil kajian desa yang dituangkan dalam peta desa dalam bentuk tematik kemudian dapat dijadikan atlas desa. Atlas desa ini dapat berfungsi sebagai profil desa yang berisi peta- peta tematik yang menyajikan informasi potensi dan perencanaan program dalam desa.

Jadi atlas desa ini apabila digunakan untuk mendukung perencanaan dan penganggaran dana desa akan sangat sesuai, karena dalam menyusun sebuah kajian akan lebih memformulasikan tema per tema dari sebuah perencanaan. Misalnya tema data sumberdaya alam, tema sumberdaya manusia, tema sumberdaya sosial, tema sarana dan prasarana, tema tutupan lahan, tema tata guna lahan tema status kawasan termasuk tema mitigasi bencana yang kesemuanya menjadi data “open menu” potensi desa.

Dalam Buku Pintar Dana Desa berdasarkan evaluasi 3 tahun pelaksanaan, dana desa lebih banyak menganggarkan penyalurannya di bidang sarana dan prasarana infrastruktur desa. Tetapi apabila sarana dan prasarana publik masyarakat desa telah terpenuhi, maka tahapan selanjutnya yang harus direncanakan yaitu bagaimana desa bisa meningkatkan kualitas penggunaan dana desa melalui berbagai kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa yang lebih inovatif, berwawasan jangka panjang dan peka terhadap kebutuhan masyarakat desa. Untuk hal itu, maka aktor desa perlu membuka kembali atlas desa yang sudah dibuat sebagai acuan pengembangan inovasi desa, sehingga integrasi arahan program perencanaan dan penganggaran selaras dengan tata ruang wilayah desa.

Peta adalah alat dan sarana informasi yang multifungsi dimana bisa menampilkan potensi, masalah, dan juga mereview sebuah kebijakan sekaligus. Kalau dikaitkan dengan kegiatan pendampingan di desa dan isu pelestarian sumber daya alam (misal: restorasi ekosistem hutan rawa gambut) maka isu-isu yang perlu ada adalah:

  1. Bencana secara umum, termasuk bencana kebakaran hutan dan lahan, banjir, serangan hama dan penyakit.
  2. Pengelolaan dan rehabilitasi lahan gambut, termasuk pengelolaan hidrologis, rehabilitasi hutan dan penabatan.
  3. Pengembangan masyarakat di kawasan hutan rawa gambut terkait hak atas akses (access tenure) dan hak atas tanah (land tenure), termasuk kesesuaian lahan setempat, sistem usaha pertanian warga, pengelolaan lahan dan air serta perikanan.
  4. Sosial ekonomi, termasuk akses terhadap pasar, layanan Kesehatan, air bersih dan sanitasi serta infrastruktur perdesaan.

Tugas besar bagi desa selanjutnya adalah bagaimana peta desa bisa dijadikan alat untuk memproyeksikan perencanaan (visi desa) untuk 10 sampai 15 tahun kedepan berdasarkan aspirasi, kebutuhan, dan cita-cita masyarakat untuk memperbaiki lingkungan, pemukimannya, serta mendukung kesiap-siagaan masyarakat terhadap bencana.

Penulis

Yusef F Hadiwinata

Yusef F Hadiwinata

Pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) PT. Rimba Makmur Utama

Share